Thursday, December 13, 2012

Bank Syari’ah



Pengertian Bank Syari’ah
Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari’ah. oleh karena itu, usaha Bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagang utamanya. (Sudarsono, 2003, hal: 27)

Bank berdasarkan prinsip Syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perBankan lainnya.
Sejarah
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [2]:
  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya[1].
Komentar: Hal ini sangat disayangkan karena kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut sehingga masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah menggunakan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari'ah. Didalam perbankaqn syari'ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari'ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits.


Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi Bank yang berdasarkan prinsip Syari’ah adalah sebagai berikut:
1.      Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
2.      Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah).
3.      prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
4.      Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
5.      Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewakan dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa igtina).      (Kasmir, 2002, hlm 46).


Nasabah
Nasabah adalah orang yang sangat berhubungan dengan Bank yang berperan sebagai peminjam dan penabung dalam suatu Bank tersebut.

Nasabah sangat berperan dalam suatu Bank karena nasabah membutuhkan jasa Bank dan begitupun juga Bank sangat memerlukan peran seorang nasabah. Dalam Bank Syari’ah hubungan Bank dengan nasabahnya bukan hubungan debitur dengan kreditur melainkan berhubungan kemitraan antara penyandangan dana dengan pengelolah dana.

Hubungan Bank Syari’ah dengan nasabah melalui akad-akad Syari’ah yang telah diterapkan.

Adapun akad-akad Syari’ah yang sering dipakai adalah:
1.      Wadiah
Dalam tabungan wadiah Bank menerima tabungan dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. sedangkan akad yang di ikat oleh Bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan Bank memberikan bonus kepada nasabah. bonus tabungan wadiah itu dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada saat bulannya. (sonorsono, 2004, hlm 86).

2.      Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih unuk melakukan usaha tertentu. dalam praktik perBankan Al-Musyarakah diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang di biayai dengan Bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk Bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. (Kasmir, 2002, hlm 183)

3.      Al-mudharabah
Dalam pembiayaan mudharabah Bank mengadakan akad dengan nasabah (pengusaha).  Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang dikelolah oleh pengusaha. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil) sesuai dengan kesepakatan yang telah di ikat oleh Bank dan perusahaan tersebut. (Sudarsono, 2004, hlm 86).

Pengrtian Asuransi Syariah
Asuransi syariah meurut definisi Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk sling mwlindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui melalui investasi dalam bentuk asset da atau taba’ru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Dasar hukum
• Surat Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
• Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
• Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.

  1. Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol
No.
Dari Segi
Konvensional
Syariah
1.
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
2.
DPS
(Dewan Pengawas Syariah)
Tidak ada, sehingga dalam prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
Ada, yang berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
3.
Akad
Akad jual beli (akad gharar)
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah)
4.
Jaminan/Risk (Resiko)
Transfer of risk, dimana terjadi transfer dari tertanggung kepada penanggung
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggu antara satu peserta dan peserta lainnya (ta’awun)
5.
Pengelolaan Dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)
Pada produk-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ , sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
6.
Kemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemna saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi. Merupakan milik peserta atau (shahibul maal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudarib) dalam mengelola dana tersebut.
7.
Sumber pembayaran Klaim
Sumber biaya klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penangung terhadap tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa syariah.
Sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
8.
Keuntungan (profit Share)
Keuntungan diperoleh surplus underwrinting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Profit yang diperoleh dari surplus underwrinting,komisi re asuransi, dan hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan bagi hasil (mudharabah)

  1. Produk dan Mekanisme Operasional Asuransi Syariah
Produk – produk Asuransi Syariah:
  1. Asuransi Kerugian (General Insurance)
Adalah usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Usaha Asuransi kerugian di Indonesia antara lain:
  1. Asuransi Kebakaran
  2. Asuransi Kendaraan Bermotor
  3. Asuransi Kecelakaan
  4. Asuransi Laut dan Udara
  5. Asuransi Rekayasa
  6. Asuransi Jiwa (Life Insurance)

Adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang diasuransikan. Asuransi Jiwa terbagi menjadi:
  1. Asuransi Jiwa Biasa
  2. Asuransi Rakyat
  3. Asuransi Kumpulan
  4. Asuransi Dunia Usaha
  5. Asuransi Orang Muda
  6. Asuransi Keluarga
  7. Asuransi Kecelakaan
  8. Asuransi Pendidikan

Peraturan Hukum yang Terkait dengan Asuransi Syariah
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian  syariah di Indonesia masih terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No. 51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada asuransi syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi dan reasuransi.

No comments:

Post a Comment