Pengertian Bank Syari’ah
Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syari’ah. oleh karena itu, usaha Bank
akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagang utamanya. (Sudarsono,
2003, hal: 27)
Bank berdasarkan prinsip Syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara Bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan
usaha atau kegiatan perBankan lainnya.
Sejarah
Beberapa
prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [2]:
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah
Prinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang sesuai dengan syariah.
Beberapa
prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip
perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena
menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya[1].
Komentar: Hal
ini sangat disayangkan karena kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut
sehingga masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah
menggunakan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank
Syari'ah. Didalam perbankaqn syari'ah telah diatur berbagai macam transaksi
yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan
dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan
syari'ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits.
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi Bank yang berdasarkan
prinsip Syari’ah adalah sebagai berikut:
1.
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
2.
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musyarakah).
3. prinsip
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
4.
Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa
pilihan (ijarah).
5.
Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewakan dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa igtina). (Kasmir,
2002, hlm 46).
Nasabah
Nasabah adalah orang yang sangat berhubungan dengan Bank yang berperan
sebagai peminjam dan penabung dalam suatu Bank tersebut.
Nasabah sangat berperan dalam suatu Bank karena nasabah membutuhkan jasa Bank
dan begitupun juga Bank sangat memerlukan peran seorang nasabah. Dalam Bank Syari’ah
hubungan Bank dengan nasabahnya bukan hubungan debitur dengan kreditur
melainkan berhubungan kemitraan antara penyandangan dana dengan pengelolah
dana.
Hubungan Bank Syari’ah dengan nasabah
melalui akad-akad Syari’ah yang telah diterapkan.
Adapun akad-akad Syari’ah yang sering dipakai adalah:
1. Wadiah
Dalam tabungan wadiah Bank menerima tabungan dari nasabah dalam bentuk
tabungan bebas. sedangkan akad yang di ikat oleh Bank dengan nasabah dalam
bentuk wadiah. titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan Bank
memberikan bonus kepada nasabah. bonus tabungan wadiah itu dapat diperhitungkan
secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada saat bulannya. (sonorsono,
2004, hlm 86).
2.
Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
unuk melakukan usaha tertentu. dalam praktik perBankan Al-Musyarakah
diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang di biayai dengan Bank
sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari
proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk Bank setelah terlebih dulu
mengembalikan dana yang dipakai nasabah. (Kasmir, 2002, hlm 183)
3.
Al-mudharabah
Dalam pembiayaan mudharabah Bank mengadakan akad dengan nasabah
(pengusaha). Bank menyediakan pembiayaan
modal usaha bagi proyek yang dikelolah oleh pengusaha. Keuntungan yang
diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil) sesuai dengan kesepakatan yang
telah di ikat oleh Bank dan perusahaan tersebut. (Sudarsono, 2004, hlm 86).
Pengrtian
Asuransi Syariah
Asuransi syariah meurut definisi Dewan Syariah Nasional adalah usaha
untuk sling mwlindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui
melalui investasi dalam bentuk asset da atau taba’ru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Dasar hukum
• Surat Yusuf :43-49 “Allah
menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi
kemungkinan yang buruk di masa depan.
• Surat Al-Baqarah :188
Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian
dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada
hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan
jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
• Al Hasyr:18 Artinya :”Hai
orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan
bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang
engkau kerjakan”.
- Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensiol
No.
|
Dari
Segi
|
Konvensional
|
Syariah
|
1.
|
Konsep
|
Perjanjian
antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian
kepada tertanggung.
|
Sekumpulan
orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
|
2.
|
DPS
(Dewan Pengawas
Syariah)
|
Tidak ada,
sehingga dalam prakteknya bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
|
Ada, yang
berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari
praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
|
3.
|
Akad
|
Akad jual beli
(akad gharar)
|
Akad tabarru’
dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah)
|
4.
|
Jaminan/Risk
(Resiko)
|
Transfer of
risk, dimana terjadi transfer dari tertanggung kepada penanggung
|
Sharing of
risk, dimana terjadi proses saling menanggu antara satu peserta dan peserta
lainnya (ta’awun)
|
5.
|
Pengelolaan
Dana
|
Tidak ada
pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk
saving life)
|
Pada
produk-produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ ,
sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life)
dan general insurance semuanya bersifat tabarru’.
|
6.
|
Kemilikan Dana
|
Dana yang
terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan
bebas menggunakan dan menginvestasikan kemna saja.
|
Dana yang
terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi. Merupakan milik
peserta atau (shahibul maal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah
(mudarib) dalam mengelola dana tersebut.
|
7.
|
Sumber pembayaran
Klaim
|
Sumber biaya
klaim adalah dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penangung terhadap
tertanggung. Murni bisnis dan tidak ada nuansa syariah.
|
Sumber
pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’ dimana peserta saling
menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta lainnya
ikut menanggung bersama resiko tersebut.
|
8.
|
Keuntungan
(profit Share)
|
Keuntungan
diperoleh surplus underwrinting, komisi reasuransi, dan hasil investasi
seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
|
Profit yang
diperoleh dari surplus underwrinting,komisi re asuransi, dan hasil investasi
bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan tetapi dilakukan bagi hasil
(mudharabah)
|
- Produk dan Mekanisme Operasional Asuransi Syariah
Produk
– produk Asuransi Syariah:
- Asuransi Kerugian (General Insurance)
Adalah
usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian,
kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga timbul dari
peristiwa yang tidak pasti. Usaha Asuransi kerugian di Indonesia antara lain:
- Asuransi Kebakaran
- Asuransi Kendaraan Bermotor
- Asuransi Kecelakaan
- Asuransi Laut dan Udara
- Asuransi Rekayasa
- Asuransi Jiwa (Life Insurance)
Adalah
suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang diasuransikan. Asuransi
Jiwa terbagi menjadi:
- Asuransi Jiwa Biasa
- Asuransi Rakyat
- Asuransi Kumpulan
- Asuransi Dunia Usaha
- Asuransi Orang Muda
- Asuransi Keluarga
- Asuransi Kecelakaan
- Asuransi Pendidikan
Peraturan Hukum yang Terkait dengan Asuransi Syariah
Peraturan
perundang-undangan tentang perasuransian syariah di Indonesia masih
terbatas dan belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Secara lebih
teknis operasional perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu
kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan. Di samping itu, perasuransian syariah di
Indonesia juga diatur di dalam beberapa fatwa DSN-MUI antara lain Fatwa DSN-MUI
No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa DSN-MUI No.
51/DSM-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musyarakah pada asuransi
syariah, Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil
ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, Fatwa DSN MUI
No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada asuransi dan reasuransi.
No comments:
Post a Comment